Setiap pelajar Alkitab yang serius tentu menyadari penekanan pada persekutuan di dalam Kitab Suci.
Pada saat pertobatan kita, kita dipanggil ke dalam persekutuan dengan Allah, dengan Kristus, dan dengan Roh Kudus (1 Yoh. 1:3; 1 Kor 1:9; 2 Kor 13:14). Dan tentu saja, ada persekutuan yang diberkati yang dinikmati orang-orang kudus satu sama lain (1 Yoh. 1:7).
Ketika Tuhan berdoa agar semua murid-Nya menjadi “satu”, Dia menyiratkan persekutuan yang hangat yang harus ada di antara mereka (Yoh. 17:20-21). Syukurlah, kita kemudian membaca bahwa para murid “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan” (Kisah Para Rasul 2:42). Memang, “kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa” (Kisah Para Rasul 4:32).
Jadi ada banyak aspek positif dari persekutuan Perjanjian Baru. Tapi ada juga sisi negatif yang perlu diperhatikan.
Sisi Negatif Persekutuan
Kitab Suci juga melakukan pendekatan tentang persekutuan dari sudut pandang negatif.
Anak Tuhan tidak boleh memiliki persekutuan dengan segala pekerjaan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa; sebaliknya, dia harus menelanjanginya (Ef. 5:11). Bagaimana terang dan kegelapan, kebenaran dan kejahatan dapat berbagi dalam persekutuan yang sama (2 Kor. 6:14)?
Memang benar bahwa kita tidak dapat meninggalkan dunia dan menghindari pergaulan dengan orang fasik (1 Kor. 5:10), tetapi kita harus menyadari bahwa pergaulan jahat yang intim dapat, dan sering kali, merusak moral yang baik (1 Kor. 15:33) .
Oleh karena itu, ajaran alkitabiah tentang persekutuan juga menuntut kesadaran akan sikap terhadap non persekutuan dan penarikan diri dari persekutuan.
Dalam hal persekutuan dan terutama dalam batasan-batasannya, ada pandangan ekstremis (seperti halnya dengan banyak mata pelajaran). Beberapa orang melihat hampir tidak ada batasan dalam persekutuan, bahkan dalam lingkup yang luas dari ”Kekristenan”. Mereka berpartisipasi secara spiritual dengan berbagai agamawan tanpa ada rasa bersalah hati nurani mereka sedikit pun.
Yang lain tampaknya memiliki persekutuan hampir tidak ada pengecualian dengan siapa pun mereka bersetuju dalam hampir setiap rincian kecil apapun.
Tentunya, kebenaran terletak di suatu tempat di antara ekstrem seperti itu.
Penerapan prinsip-prinsip alkitabiah sehubungan dengan persekutuan tidak selalu mudah. Namun, ada pedoman alkitabiah umum yang membantu kita menarik beberapa kesimpulan yang masuk akal.
Prinsip Umum Persekutuan Kristen
Kitab Suci dengan jelas mengajarkan bahwa kita tidak dapat bersekutu, yaitu, ambil bagian bersama orang-orang dalam dosa mereka.
Paulus memperingatkan Timotius untuk tidak ambil bagian (koinoneo — terkait dengan istilah yang diterjemahkan “persekutuan”) dalam dosa orang lain (1 Tim. 5:22). Karena itu, selalu salah untuk ikut serta dalam kejahatan orang lain.
Kita tidak dapat menghindari pergaulan dengan orang-orang dunia (1 Kor. 5:10). Memang, walaupun hal seperti itu bahkan tidak diinginkan, tanpa berbaur dengan tetangga kita, bagaimana pengaruh ragi kekristenan dapat dibawa kepada mereka (Mat. 13:33; 5:13-16)?
Namun demikian, seseorang tidak dapat bergabung dalam perayaan-perayaan keagamaan yang sama dengan mereka yang bukan Kristen.
Kitab Suci telah membatasi lingkup persekutuan rohani kita. Yohanes mengatakan tidak ada persekutuan dengan Allah bagi mereka yang berjalan dalam kegelapan rohani (1 Yoh. 1:6). Selain itu, persekutuan "dengan satu sama lain" terbatas kepada mereka yang "berjalan dalam terang" (1 Yoh. 1:7).
Makan atau Tidak Makan ... Daging yang Dipersembahkan kepada Berhala?
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Paulus, dalam konteks 1 Korintus 10:14-33, mengizinkan namun juga melarang makan daging yang dipersembahkan kepada berhala? Tentu saja Paulus tidak bertentangan dengan dirinya sendiri. Sebaliknya, dia membahas dua situasi yang berbeda — konteks yang berbeda, jika Anda setuju.
Karena pada dasarnya tidak ada yang jahat dalam daging yang telah dipersembahkan kepada berhala (1 Kor. 10:19, 23), bukan dosa bila memakannya, asalkan tidak menjadi batu sandungan bagi hati nurani orang yang memakannya (lih. Rom 14: 23; 1 Kor. 8:7) dan selama itu tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain (1 Kor. 8:9; 10:23 dst).
Jadi, dalam kondisi yang tepat, dalam lingkungan sosial, seorang Kristen bisa makan daging yang sebelumnya telah dipersembahkan dalam penyembahan berhala.
Akan tetapi, anak Allah dituntut untuk tidak bersekutu dengan orang-orang pagan dalam perayaan-perayaan penyembahan mempersembahkan kurban mereka (1 Kor. 10:18-22), karena melakukan hal itu berarti ambil bagian dalam esensi paganisme.
Dapat ditambahkan bahwa seseorang harus sangat berhati-hati tentang pergaulan formalnya dengan kelompok non-Kristen bahkan dalam memperdebatkan masalah moral (misalnya, aborsi, pornografi, dll.), agar dia tidak memberi kesan kepada dunia bahwa perbedaan antara tubuh Kristus dan sekte-sekte non-Alkitab adalah sepele. Orang-orang Kristen sangat mampu melawan kejahatan dengan kekuatan mereka. Ini semua yang Allah minta dari kita.
Batasan-Batasan Persekutuan Terhadap Saudara-Saudara dalam Kristus
Perjanjian Baru juga mengajarkan bahwa kondisi rohani tertentu menuntut pembatasan persekutuan bahkan di dalam tubuh Kristus. Ajaran kolektif Perjanjian Baru mengenai disiplin gereja dengan jelas menunjukkan hal ini.
Namun, sebelum mendiskusikan tentang alasan pembatasan persekutuan, ada dua pengamatan perlu dilakukan.
Pertama, disiplin memiliki cakupan yang luas — dari pengajaran sederhana hingga terakhir menarik diri dari persekutuan. Oleh karena itu, dapat dilakukan secara bertahap. Atau mungkin lebih baik mengatakan bahwa pembatasan persekutuan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Misalnya, satu orang — seorang pemabuk yang tidak mau bertobat — mungkin perlu dikucilkan secara resmi (1 Kor. 5:11). Di sisi lain, orang lain yang bermasalah dengan minuman keras, tetapi dengan tulus berjuang untuk menaklukkannya (menghentikannya), mungkin tidak perlu menarik diri darinya tetapi mungkin perlu dibatasi (tidak diberi tugas) dalam mengajar kelas atau melayani dalam kapasitas publik (di muka umum).
Oleh karena itu, disiplin dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, dan kebanyakan orang memahami hal ini.
Kedua, meskipun tindakan menarik diri adalah proses jemaat yang harus diwujudkan dalam pertemuan umum gereja lokal (1 Kor. 5:4), perlu diakui juga bahwa non-persekutuan dapat seluas persekutuan. Artinya, jika kita menyadari bahwa persekutuan dapat melampaui jemaat lokal, maka non-persekutuan pula pasti dapat melampaui batas-batas jemaat lokal.
Gagasan yang dikemukakan oleh beberapa orang, bahwa seorang saudara yang nakal tidak boleh dihukum di luar batas-batas gereja lokal tanpa melanggar otonomi gereja lain adalah hal yang asing bagi kebenaran. Paulus menghakimi saudara yang berzina di Korintus dari Efesus, lebih dari 200 mil jauhnya (1 Kor. 5:3; 16:8).
Batasan-Batasan Persekutuan
Di dalam gereja Tuhan, persekutuan mungkin dibatasi sampai ke tingkat tertentu dari kelas-kelas umum berikut.
Orang yang memberontak tidak bermoral
Dalam 1 Korintus 5, Paulus dengan jelas menyatakan bahwa orang-orang amoral yang tidak mau bertobat, misalnya, para pezina, pemabuk, dan pemeras, patut menerima disiplin gereja. Karakter-karakter seperti itu harus "diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis" (1 Kor. 5:5), atau "diusir" (1 Kor. 5:13), demi keselamatan jiwa mereka sendiri (1 Kor. 5:5), dan untuk melindungi gereja (1 Kor. 5:6-7). Gereja hari ini sangat lalai dalam tugas ini.
Murtad
Mereka yang “murtad” (Luk. 8:13; 1 Tim. 4:1) pasti akan dikenai disiplin sampai tingkat tertentu.
Menarik diri secara resmi dari persekutuan mungkin tidak sesuai untuk mereka yang masih bayi di dalam Kristus yang hampir seketika meninggalkan iman (orang seperti itu mungkin bahkan tidak memahami pentingnya tindakan tersebut), tetapi bagi mereka yang sudah mulai dewasa, dan kemudian pergi, maka disiplin harus dilaksanakan (2 Tes. 3:6, 14-15).
Guru-guru doktrin palsu
Ilham (Alkitab) memerintahkan kita untuk "menghindari" mereka yang mengajarkan doktrin-doktrin yang memecah belah yang bertentangan dengan kebenaran apostolik (Rm. 16:17). Seorang bidat, setelah diberi peringatan yang tepat, harus ditolak (Tit. 3:10).
Himeneus dan Aleksander membuat “iman kandas [karam],” dan Paulus “menyerahkannya kepada Iblis” (yang berarti dia memutuskan persekutuan dengan mereka — lih. 1 Kor 5:5) agar mereka diajar untuk tidak (atau jera) menghujat (1 Tim. 1 :19-20).
Tapi masalahnya adalah bagaimana seseorang menentukan ajaran mana yang secara signifikan salah untuk menjamin tindakan disipliner? Ketika saudara-saudara memiliki pandangan yang berlawanan tentang berbagai sudut interprasi Alkitab, jelas sekali ada salah seorang yang salah.
Tetapi pertanyaannya mungkin: Apakah kesalahan itu, dengan konsekuensi serius, menjadi ancaman bagi kesejahteraan abadi orang lain?
Mari kita pertimbangkan beberapa hal.
Masalah Apa yang Dapat Menyebabkan Kita Menarik Diri dari Seorang Guru Palsu?
Pada saat kematian seorang Kristen, apakah rohnya masuk ke Firdaus atau langsung masuk ke surga?
Saudara-saudara yang baik dan terhormat telah berbeda pendapat tentang pertanyaan ini, dan ada seseorang salah tentang masalah ini. Tapi tentu saja itu bukan area di mana penolakan terhadap persekutuan harus dilibatkan.
Terjemahan Alkitab bahasa Inggris mana yang harus digunakan? Meskipun saya secara pribadi cenderung ke American Standard Version (1901), haruskah saya menolak persekutuan dengan orang yang menggunakan RSV atau NIV — hanya atas dasar itu saja? Pasti tidak.
Lalu bagaimana kita akan memutuskan kapan membatasi persekutuan karena pengajaran yang salah? Saya ingin menyarankan kemungkinan berikut.
Kriteria Untuk Pembatasan Persekutuan
Pertama-tama, seseorang harus memperhatikan dengan cermat orang yang menganjurkan doktrin palsu. Apakah orang itu mungkin baru dalam iman dan hanya mengajarkan kesalahan karena ketidaktahuan yang polos? Apakah dia memiliki sikap ramah yang memanifestasikan dirinya dalam kesediaan untuk membahas subjek dan belajar?
Atau apakah orang itu seorang guru dengan pengalaman yang cukup yang seharusnya tahu lebih baik? Apakah dia bertahan dalam kesalahannya bahkan setelah saudara-saudaranya yang penuh perhatian mencoba menunjukkan kepadanya jalan Tuhan dengan lebih akurat? Ini adalah pertimbangan yang sangat penting.
Kedua, apakah implikasi dari ajaran guru itu? Seyogyanya saya menyarankan beberapa area yang menurut saya harus menjadi perhatian.
Sifat atau Karakter Ilahi
Beberapa kesalahan menggambarkan tentang sifat atau karakter Ke-Allahan. Misalnya, mereka yang mengajarkan gagasan “dispensasi” berpendapat bahwa penolakan orang Yahudi terhadap Kristus adalah suatu kejutan bagi Tuhan yang mereflesikan pengetahuan Allah sebelumnya. Ini adalah kesalahan yang sangat berbahaya.
Beberapa orang menuduh bahwa Kristus pada mulanya diciptakan oleh Allah dan oleh karena itu, Dia tidak memiliki kodrat Ilahi yang setara dengan kodrat Bapa. Ini adalah konsep sesat yang melemahkan klaim Tuhan tentang diri-Nya sendiri.
Serangan terhadap Kitab Suci
Beberapa kesalahan juga menyerang kredibilitas Alkitab sebagai wahyu yang sempurna dari Allah. Ada guru yang menuduh bahwa Alkitab mengandung kontradiksi; ada kesumbangan dan pertentangan di antara catatan Injil. Kejadian 1 dipromosikan sebagai mitologi. Alkitab dan teori evolusi dikatakan setuju pada hampir semua masalah, dll.
Doktrin-doktrin seperti ini memang radikal dan para penyebarnya tidak boleh didukung atau dipuji.
Ketidaklengkapan Perjanjian Baru
Setiap kesalahan yang merusak finalitas wahyu Perjanjian Baru layak untuk dikecam.
Misalnya, mereka yang memperdebatkan karunia-karunia ajaib dan pewahyuan yang berkelanjutan untuk zaman ini sedang memperjuangkan suatu bentuk agama subjektif yang mengabaikan Perjanjian Baru yang lengkap dan otoritatif. Ketika hal ini diterima, hampir semua hal berjalan dalam agama.
Akankah guru-guru dari gagasan seperti itu dipakai Tuhan? Tentu saja tidak.
Kebobrokan rencana keselamatan yang dibuat Allah
Apa yang akan dikatakan tentang mereka yang menyangkal rencana keselamatan yang dibuat Tuhan yang begitu jelas dan yang melenyapkan konsep kekhasan gereja Kristus?
Beberapa guru secara terbuka menganjurkan bahwa orang Kristen harus memperluas persekutuan kepada mereka yang "dibaptis" pada usia bayi, kepada mereka yang telah dipercik air bukan dibenamkan ke dalam air, dan kepada mereka yang mendukung gagasan keselamatan hanya dengan iman saja.
Yang lain telah mengumumkan bahwa “gereja Yesus Kristus” hanyalah salah satu dari banyak kelompok sektarian, oleh karena itu asosiasi aktif harus berlaku lintas denominasi.
Apakah guru yang mengusulkan ide-ide seperti itu akan diberikan status yang sama dengan mereka yang setia dalam pengajaran mereka? Bagaimana bisa seperti itu?
Kebobrokan ibadah Kristen
Bagaimana kita akan menilai mereka yang secara terbuka berpendapat bahwa Perjanjian Baru tidak menetapkan pola ibadah yang berkenan?
Bagi mereka, perjamuan Tuhan dapat dimakan kapan saja, dan penggunaan alat musik mekanis dalam ibadah Kristen adalah masalah ketidakpedulian. Akankah ajaran seperti itu dibiarkan tanpa menentangnya? Apakah Alkitab mengajarkan bahwa mengubah rencana ibadah Allah mendatangkan konsekuensi yang serius? Perhatikan baik-baik Imamat 10:1-2.
Mengkompromikan apa yang Kristus ajarkan tentang moralitas
Bagaimana sikap kita seharusnya terhadap mereka yang, dengan ide-ide anti-Alkitab, mempromosikan, mendorong, atau, setidaknya memaafkan, tindakan tidak bermoral seperti perzinahan? Haruskah selimut "toleransi" dibentangkan ke atas mereka tanpa batas?
Mari kita perhatikan dengan seksama sebuah perikop Alkitab yang berbicara langsung tentang hal ini.
Dalam suratnya kepada jemaat di Tiatira (Wahyu 2:18 dst), Kristus, meskipun memuji saudara-saudara ini untuk beberapa hal, namun mencela mereka, dengan menguraikan hal berikut:
Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala. Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu. Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.
Mengenai konteks dramatis ini, beberapa hal penting dapat diperhatikan.
Ada, di dalam gereja Tiatira, seorang wanita berpengaruh yang disebut Izebel. Pemilihan julukan, Izebel, akan menunjukkan bahwa dia memiliki karakter dan pengajaran yang serupa dengan ratu kuno yang merusak Israel itu (1 Raj. 16:29 dst; 2 Raj. 9:30 dst).
Nabi perempuan ini (dia pasti mengaku mengajar dengan otoritas Ilahi) terus-menerus merayu dan mengajar orang-orang kudus untuk melakukan percabulan dan terlibat dalam ritual pagan.
Betapapun jahatnya dia, Tuhan telah memberinya waktu untuk bertobat, tetapi kesabaran-Nya telah diabaikan oleh wanita jahat ini, oleh karena itu, penghakiman sudah dekat.
Tapi di sini ada masalah lain. Kristus memberi teguran keras bagi saudara-saudara di Tiatira karena mereka terus mentolerir (apheis — present tense) ajaran sesatnya (Wahyu 2:20). Tentunya, kita harus belajar sesuatu dari narasi yang diilhami ini.
Apa yang bisa kita pelajari? Nah, ini. Sama seperti orang-orang di gereja kuno yang dengan ajaran sesat mereka mempromosikan perzinahan, demikian pula di gereja modern ada orang-orang yang melakukan hal yang sama. Dengan doktrin anti-Alkitab tentang perceraian dan pernikahan kembali, mereka sebenarnya mendorong pria dan wanita untuk melanjutkan urusan atau rencana perzinahan.
Berapa lama gereja terus mentolerir pandangan yang membahayakan seperti ini? Gereja telah bersabar terhadap beberapa guru yang menganjurkan ide-ide yang digambarkan di atas, namun mereka tidak menunjukkan tanda apa pun untuk merubah pandangan mereka yang merusak. Akankah kita mengabaikan pengaruh mereka yang demikian merusak ini selamanya? Jelas tidak.
Membatasi Persekutuan
Ini adalah keyakinan kuat penulis bahwa persekutuan terbatas harus diperluas kepada saudara-saudara yang telah hanyut ke dalam jenis kesalahan yang diuraikan di atas. Tetapi sebenarnya apa yang saya maksudkan ketika saya menyarankan bahwa persekutuan dengan mereka harus dibatasi?
Dalam beberapa kasus, gereja-gereja lokal yang mengidentifikasi orang-orang seperti itu harus mendisiplin mereka dan, jika perlu, bahkan menarik diri dari persekutuan dengan mereka. Sayangnya dalam banyak kasus, ini belum dilakukan. Jemaat sendiri sering digiring ke dalam kesalahan orang-orang ini.
Namun, apa yang dapat dilakukan jika sebuah gereja tidak mendisiplin pelayannya yang bandel? Inilah yang dapat dilakukan — orang Kristen lainnya dapat menerapkan tekanan disiplin.
Meskipun penarikan diri formal dari persekutuan pada prinsipnya adalah masalah jemaat, karena, seperti yang kita sebutkan sebelumnya, persekutuan meluas lebih jauh dari sebatas gereja lokal saja, demikian juga pembatasan persekutuan.
Pertimbangkan hal berikut ini.
Pembatasan support finansial
Salah satu bentuk persekutuan adalah support finansial. Ketika Paulus memuji orang-orang kudus di Filipi atas "persekutuanmu dalam Berita Injil" (Flp. 1:5), dia berterima kasih kepada mereka atas bantuan keuangan mereka yang murah hati dalam pelayanannya (lih. Flp 4:14-17).
Jika gereja tidak lagi mendukung guru-guru yang melakukan kesalahan, beberapa orang nakal mungkin akan dipimpin kepada pertobatan. Tentu saja, pengaruh mereka dapat dibatasi.
Memperingatkan orang lain tentang bahaya penyimpangan
Salah satu bentuk disiplin dapat dilakukan dengan membuat saudara-saudara sadar akan ajaran yang tidak sehat yang berasal dari mimbar atau pena seorang penulis.
Orang Kristen memiliki hak untuk mengetahui di mana seorang guru atau pengkhotbah berdiri pada isu-isu mendasar sebelum mereka menggunakan pelayanannya. Beberapa saudara mengeluh tentang jurnal gosip yang dikhususkan untuk mencari dan mempublikasikan informasi skandal tentang orang-orang terkenal dengan cara curang, dan memang demikian.
Namun, jika saudara-saudara yang lebih bertanggung jawab mau menunjukkan keberanian dengan baik dan tegas mendisiplin guru yang bersalah, tidak perlu ada orang yang main hakim sendiri.
Membatasi audiens
Jika sekolah, gereja, dan jurnal berhenti menggunakan orang-orang yang dikenal secara terbuka mendukung ide-ide radikal atau menyebabkan perpecahan, beberapa dari mereka akan "mendapatkan pesannya". Seorang pengkhotbah tanpa audiens, atau penulis tanpa outlet, adalah makhluk yang tidak berdaya.
Kesimpulan
Kita mengajukan permohonan untuk keseimbangan yang kuat dalam persaudaraan Kristen. Di satu sisi, seseorang tidak boleh meminta perburuan kepala grosir; yaitu, bahwa kita menarik diri dari setiap saudara dengan siapa kita mungkin tidak setuju mengenai berbagai poin interpretasi Alkitab. Pendekatan fanatik seperti itu telah memecah-belah gereja dan membuat Kekristenan menjadi celaan di hadapan dunia yang tidak percaya.
Di sisi lain, adalah sama bodohnya untuk menutup mata terhadap ajaran palsu yang terang-terangan merusak fondasi spiritual dan moral gereja. Dan berbagai penyimpangan doktrinal yang diulas di atas melakukan hal itu.
Oleh karena itu, biarlah peringatan ini disampaikan kepada mereka yang menganut teologi baru/kultus moralitas baru dan kepada mereka yang mungkin mempermainkan gagasan mengajarkan teori-teori baru ini.
Orang beriman tidak akan membiarkannya berlalu. Kami mengasihi Anda, dan kami tidak bermaksud melecehkan Anda. Tapi kami juga tidak akan memakai Anda. Kami tidak akan memberi mimbar atau majalah kami kepada Anda. Kami akan berusaha menghentikan pengaruh Anda dalam kejahatan. Dan kami akan melanjutkan tekanan seperti itu sampai ada pertobatan, atau Anda pergi dari tengah-tengah kami.
Ayat-Ayat Referensi
1 Yohanes 1:3; 1 Korintus 1:9; 2 Korintus 13:14; 1 Yohanes 1:7; Yohanes 17:20-21; Kisah Para Rasul 2:42; Kisah Para Rasul 4:32; Efesus 5:11; 2 Korintus 6:14; 1 Korintus 5:10; 1 Korintus 15:33; 1 Timotius 5:22; Matius 13:33, 5:13-16; 1 Yohanes 1:6; 1 Korintus 10:14-33; 1 Korintus 10:19, 23; Roma 14:23; 1 Korintus 8:7; 1 Korintus 8:9, 10:23; 1 Korintus 10:18-22; 1 Korintus 5:11; 1 Korintus 5:4; 1 Korintus 5:3, 16:8; 1 Korintus 5; 1 Korintus 5:5; 1 Korintus 5:13; 1 Korintus 5:6-7; Lukas 8:13; 1 Timotius 4:1; 2 Tesalonika 3:6, 14-15; Roma 16:17; Titus 3:10; 1 Timotius 1:19-20; Kejadian 1; Imamat 10:1-2; Wahyu 2:18; 1 Raja-raja 16:29; 2 Raja-raja 9:30; Wahyu 2:20; Filipi 1:5; Filipi 4:14-17Sumber: Jackson, Wayne. "What About Christian Fellowship?" ChristianCourier.com. Access date: July 11, 2022. https://www.christiancourier.com/articles/893-what-about-christian-fellowship
(Alih bahasa: Harun Tamale, S.Th., M.P.S.)