“Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan” (Matius 27:31)
Ketika Dia datang ke bumi, Yesus tahu bahwa Diri-Nya memiliki misi yang harus diselesaikan. Dia tahu Diri-Nya harus mati di kayu salib. Dia menyadari bahwa Diri-Nya harus menjadi kurban bagi dosa-dosa umat manusia untuk memberi mereka harapan keselamatan.
Perjanjian Lama menubuatkan, secara rinci, setiap fase kehidupan-Nya—penyaliban-Nya tidak terkecuali. Yesaya 53:8 dan Daniel 9:26 menunjukkan Dia akan mengalami kematian yang kejam. Mazmur 22:17 menunjukkan bahwa Dia akan mati dengan penyaliban. Mazmur 22:12 menyatakan bahwa kematian ini akan terjadi di tengah-tengah musuh-Nya. Pakaian-Nya akan dibagi-bagi dan undi atas jubah-Nya telah dinubuatkan dalam Mazmur 22:19. Ayat 7 sampai 9 dari mazmur 22 mengatakan bahwa Dia akan diejek dengan kejam. Mazmur 34:21 menubuatkan bahwa tidak satu pun tulang-Nya akan dipatahkan, sementara Zakharia 12:10 mengatakan bahwa lambung-Nya akan ditikam. Bahkan ucapan yang diucapkan Yesus saat di kayu salib adalah nubuat.
Penyaliban adalah bentuk hukuman yang diterapkan oleh orang Romawi untuk budak, orang asing, dan penjahat paling keji dan tidak dapat dijatuhkan pada warga negara Romawi. Dengan siksaan yang berkepanjangan dan menyiksa, itu adalah kematian yang paling menyakitkan yang tak terbayangkan tentang betapa kejamnya hukuman zaman itu. Meskipun hukum Yahudi tidak mengenal hukuman salib, orang-orang Yahudi menuntut Pilatus untuk menerapkannya pada Mesias mereka.
Tempat penyaliban Yesus adalah Golgota, tempat tengkorak. Meskipun lokasinya di luar tembok Yerusalem, letaknya persis masih di sekitar kota.
Penyaliban terjadi pada hari Jumat dan dimulai sekitar jam 9 pagi. Itu terjadi pada saat Yerusalem dipenuhi orang Yahudi dari seluruh dunia yang datang ke sana untuk merayakan Paskah.
Bagian dari penyiksaan terpidana mati dalam penyaliban adalah bahwa ia harus memikul salibnya sendiri. Dalam kasus Yesus, setelah Dia tersandung karena beratnya salib itu, tidak dapat melanjutkan untuk memikulnya, maka Simon, seorang dari Kirene, terpaksa memikul salib-Nya itu bagi-Nya.
Ketika sampai di Kalvari, seorang perwira Romawi dan orang-orangnya menancapkan paku pada tangan dan kaki Yesus dan mendirikan salib itu. Dua perampok, satu di sebelah kiri-Nya dan yang lainnya di sebelah kanan-Nya, juga disalibkan—menggenapi Yesaya 53:12. Di atas kepala-Nya diletakkan sebuah plakat yang bertuliskan dalam tiga bahasa yang berbeda—Ibrani, Yunani dan Latin—yang berbunyi, “Inilah Raja orang Yahudi” (Lukas 23:38), sebuah pernyataan kebenaran yang ironis.
Kemenangan musuh Yesus sekarang seolah tampak sempurna dan kegembiraan mereka tidak terkendali. Bagi mereka, ketidakberdayaan Kristus memperkuat pandangan mereka dan menyangkal klaim-Nya. Mereka mencerca Dia dan mengejek Dia untuk turun dari salib jika Dia adalah Mesias (Lukas 23:35-37). Bahkan salah satu perampok yang disalibkan bersama Dia mulai mencerca Dia. Namun penjahat yang lain membela Dia dengan mengatakan bahwa Dia disalibkan secara tidak adil [ilegal] karena Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Yesus menghiburnya dengan mengatakan bahwa dia akan berada di Firdaus bersama-Nya hari itu juga (Lukas 23:39-43).
Sekelompok wanita berdiri di dekat salib. Salah satunya adalah ibu Yesus. Meskipun Dia kesakitan dan menderita, Dia berbicara dengan lembut kepadanya dan memastikan dia akan dirawat oleh Yohanes.
Pada siang hari, cahaya matahari padam dan terjadi gelap gulita, yang berlangsung selama tiga jam, menutupi seluruh daratan. Seolah-olah alam menyelubungi dirinya sendiri dan bergidik melihat besarnya dosa dan kejahatan yang ditanggung di Kalvari. Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46).
Kesudahannya sekarang sudah sangat dekat. Dengan upaya terakhir, Yesus berkata, “Sudah selesai” (Yohanes 19:30), kemudian, dalam ucapan terakhir-Nya itu, Dia menyerahkan roh-Nya kepada Allah. “Sudah selesai” bukanlah seruan seorang martir yang kalah, tetapi teriakan seorang pemenang yang berjaya karena menandakan penyelesaian yang sempurna (Mat. 27:50). Yesus mati dengan kesadaran bahwa pekerjaan-Nya telah selesai. Dia kemudian menyerahkan diri-Nya untuk mati.
Kegelapan besar telah menghalangi kematian-Nya dan sekarang, dengan kematian, tabir bait suci terkoyak dari atas ke bawah, gempa besar mengguncang kota dan membelah bukit-bukit batu, dan kuburan-kuburan terbuka. Banyak tubuh orang kudus yang mati keluar dari kubur mereka setelah kebangkitan-Nya (Mat. 27:51-53). Perwira yang bertanggung jawab atas penyaliban, merenungkan apa yang sedang terjadi, mengamati, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah” (Mat. 27:54).
Karena hari Sabat, orang Yahudi meminta orang Romawi untuk segera memindahkan mayat dari salib. Untuk mempercepat kematian, orang Romawi biasanya mematahkan kaki orang yang disalib. Karena Yesus sudah mati, kaki-Nya tidak patahkan tetapi salah satu prajurit menikam lambung-Nya dan darah serta air mengalir keluar. Yesus, Putra Allah, Mesias, telah mati—disalibkan oleh umat-Nya sendiri.
Yesus dikuburkan dan, pada hari ketiga, dibangkitkan dari antara orang mati oleh kuasa Allah. Dia mengalahkan maut sebagaimana Dia telah mengalahkan dosa (1 Kor. 15:26, 54-55). Dia telah menjadi pendamaian bagi dosa seluruh umat manusia. Dia telah menang atas semua musuh, termasuk Setan. Dengan kemenangan-Nya, Dia sekarang menyediakan keselamatan bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya dan menaati Injil-Nya (Ibrani 5:8-9). (Gene Taylor, HT)