Menu Melayang

sabdainjil@gmail.com

Senin, 24 April 2023

Hati Nurani

Pendahuluan

Ketika saya berpikir tentang subyek “hati nurani” ini, saya menyadari bahwa saya sedang menghadapi sebuah topik yang banyak “disalahmengerti” sama seperti terhadap “10 hukum Taurat.” Seringkali saya mendengar, “semua yang Anda harus lakukan adalah hidup sesuai dengan 10 hukum Taurat!” Juga, saya banyak kali mendengar pernyataan, “Biarlah hati nurani Anda menjadi penuntun Anda!” Lalu ada juga beberapa orang berkata, “Hati nurani tidak ada hubungannya dengan keselamatan.”
Maksud, sasaran, tujuan, dan rancangan artikel ini adalah untuk melihat “hati nurani” menurut konsep Alkitab. Seperti halnya terhadap subyek-subyek lain di dalam Alkitab, kita akan membiarkan Alkitab menjadi penuntun kita dan “berbicara jika Alkitab berbicara” (1 Pet.4:11) dan “tidak melampaui apa yang tertulis” (1 Kor.4:6). Oleh karena itu, saya bermaksud untuk berusaha menunjukkan bahwa topik ini sebuah gagasan “yang luas” dengan memberikan kutipan-kutipan dari beragam sumber, namun Alkitab sendiri tetap menjadi “amin” bagi kita dalam diskusi ini, dan hanya sedikit tulisan-tulisan yang berhubungan dengan hati nurani sebagai referensinya. Perkenankan saya untuk membentangkan bagi Anda apa yang dikatakan Alkitab tentang topik ini untuk memenuhi tujuan saya dalam menghadapi sejumlah “gagasan saat ini” tentang “hati nurani” yang telah berkembang luas.

KUTIPAN-KUTIPAN TENTANG HATI NURANI
1.        Byron, “Hati nurani manusia adalah sabda Allah.”

2.        Whewell, “Hati nurani adalah nalar yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai yang baik dan jahat, yang disertai dengan sentimen-sentimen untuk menerima yang baik dan mengecam (yang jahat).”

3.        Thomas A’ Kempis, “Seseorang akan sangat mudah puas dan merasa damai dengan hati nuraninya yang murni.”

4.        Daniel Webster, “Hati nurani-lah yang mencegah kejahatan di hadapan Allah dan manusia adalah warisan untuk kekekalan.”

5.        Tyron Edwards, “Hati nurani semata-mata penilaian kita sendiri terhadap benar-tidaknya tindakan-tindakan kita, dan itu tidak akan pernah menjadi penuntun yang aman, kecuali diterangi oleh firman Allah.”
6.        Socrates, “Kita tidak dapat hidup lebih baik kecuali berusaha untuk menjadi lebih baik, juga tidak lebih setuju saja kecuali memiliki hati nurani yang bersih.”

7.        Rousseau, “Hati nurani adalah suara jiwa, sama halnya dengan keinginan adalah suara tubuh – sehingga tidak heran keduanya seringkali saling bertentangan satu sama lain.”

8.        Augustine, “ Hati nurani adalah istana Kristus; bait Roh Kudus; Firdaus Kesukaan; Sabat bagi orang-orang kudus.”

9.        Charles V., “Dengan berusaha untuk berkuasa atas hati nurani berarti berjuang untuk menyerang benteng surga.”

10.    Sophocles, “Tidak ada saksi yang begitu mengerikan – tidak ada penuduh yang begitu kuat selain hati nurani yang bertahta dalam diri kita.”

11.    Stanislaus, “Hati nurani seperti seorang sahabat yang mengingatkan kita dan seperti seorang hakim yang menjatuhkan hukuman.”

12.    H.C. Trumbull, “Hati nurani mengatakan kepada kita bahwa kita harus melakukan yang benar, tetapi tidak mengatakan kepada kita apa yang benar itu – sehingga kita harus diajar oleh firman Allah.”

13.    Paus, “Apa yang didiktekan oleh hati nurani untuk dilakukan atau mengingatkan saya untuk tidak melakukannya, hal ini mengajar saya untuk menghindari neraka, dan mengejar surga.”

14.    Luther, “Saya lebih takut terhadap hati nurani saya sendiri daripada Paus dan semua kardinalnya – Di dalam diri saya ada paus besar, yaitu hati nurani.”

15.    J. A. Garfield, “Orang-orang yang terbilang sukses dalam kehidupan publik adalah mereka yang berani mengambil resiko untuk tetap berdiri bersama pengabdian diri mereka sendiri.”

16.    Napoleon, “Kekuasaanku berakhir ketika hati nuraniku mulai berkuasa.”

17.    Shakespeare, “Hati nurani membuat kita semua pengecut.”

18.    Seneca, “Dasar sukacita sejati ada di dalam hati nurani.”

19.    E.H. Gilleth, “Hati nurani menancap dengan kokoh seperti jarum pada tiang, yang adalah bintang keadilan Allah yang kekal, mengingatkan jiwa tentang kenyataan hidup di masa akan datang yang menakutkan.”

20.    Channing, “Adalah jauh lebih penting bagi saya untuk menjaga hati nurani yang tidak tercela daripada berpedoman pada hal besar lainnya.”

Sebagaimana telah saya sebutkan di awal bahwa hati nurani adalah subyek yang sangat luas dibicarakan, dan telah saya kutip dua puluh diantaranya, maka Anda juga akan setuju betapa luasnya subyek ini. Pada daftar di atas saya telah mengutipnya dari presiden, politikus, filsuf, dan sejumlah penulis, serta para penginjil. Dari kutipan-kutipan ini sendiri (Anda dan saya tahu bahwa saya baru saja menyentuh “keliman pakaian” sebanyak yang dapat diberikan), Anda dapat “mencicipi rasa” sebuah subyek yang telah menyiksa dan menguji, membebani dan mengganggu, menimpa dan menjengkelkan pikiran banyak orang. Sekarang kita akan mengarahkan perhatian kita pada beberapa definisi yang telah diberikan oleh beberapa sumber.

Definisi Hati Nurani

Saya sedikit terkesan dengan kutipan yang saya berikan di atas tentang hati nurani, karena banyak yang berhubungan dengan firman Allah. Memang hanya firman Allah, kitab suci, yang dapat dengan benar menghubungkan kepada kita secara dalam subyek ini. Sekarang kita fokuskan perhatian kita pada beberapa definisi tentang hati nurani berikut ini:
1.        The New Smith’s Bible Dictionary, “suatu pengertian moral yang paling dalam dari diri manusia yang menuduh atau menyetujui tingkah lakunya. Kata hati nurani berasal dari kata Yunani dan konsepnya tidak terdapat di dalam Perjanjian Lama…” (p.71).

2.        The Master Bible, “pengertian di dalam diri kita yang dengannya kita setuju atau tidak setuju akan diri kita karena mengikuti atau gagal mengikuti sebuah standar moral yang kita ketahui” (p.1025).

3.        International Standard Bible Dictionary, “dulu dianggap bahwa kata hati nurani digunakan dalam strukturnya merujuk pada Allah, yang secara harfiah berarti pengetahuan bersama yang lain, yaitu Allah” (Vol.II, pp.702-703).

4.        The Populer and Critical Bible Encyclopedia and Scriptural Dictionary, “hati nurani adalah pengertian bawaan lahir tentang yang benar dan yang salah, hukum moral dalam hati kita yang menghakimi karakter moral dari motif-motif dan tindakan-tindakan kita, dan menyetujui atau mencela, menuduh atau membenarkan kita sebagaimana mestinya.” (schaff, p.551).

5.        Theological Dictionary of The New Testament, “hati nurani adalah manusia itu sendiri, yang sadar akan dirinya dalam persepsi dan penghargaan, dalam kehendak dan tindakan…demi pengetahuan akan Allah, demi kesadaran akan Allah” (Kittle, Vol.VII, pp.914-816).

6.        An Expository Dictionary of The New Testament Words, “suatu pengetahuan akan diri sendiri, sebagai saksi yang lahir bagi prilaku seseorang oleh hati nurani, yang melalui kemampuannya, seseorang memahami kehendak Allah, sebagaimana telah dirancang untuk memerintah kehidupannya;…”(Vine, p.228).

7.        Greek – English Lexicon of The New Testament, “pengetahuan bersama jiwa yang membedakan antara apa yang secara moral baik dan jahat, terdesak untuk melakukan yang sebenarnya dan menghindari yang berikutnya, memuji yang satu, mengecam yang lainnya” (Thayer, p.602).

8.        A greek – English Lexicon of The New Testament and Other Early Christian Literature, “kesadaran, kesadaran spiritual akan Allah…kesadaran moral, hati nurani” (Arndt & Gingrich, p.794).

9.        Word Picture in the New Testament, “secara harfiah berarti pengetahuan bersama, dalam bahasa Yunani…ini adalah sebuah kata yang berasal dari sunoida yang berarti mengetahui bersama” (Robertson, Vol.III, p.397).

10.    The Pulpit Commentary, “hati nurani adalah penilaian rahasia jiwa, yang membuatnya menerima tindakan-tindakan yang dipikirnya baik atau mencela dirinya dengan hal-hal yang dipercayanya jahat…hati nurani adalah prinsip perenungan umat manusia yang memampukan mereka untuk membedakan antara, menyetujui atau tidak menyetujui tindakan-tindakan mereka sendiri.” (Vol.XVIII, pp.224-246).
Dari sumber-sumber informasi tentang hati nurani yang terpercaya dan bernialai di atas, kita dapat mulai mengambil kesimpulan tentang arti dari istilah tersebut. Oleh karena itu, sekarang marilah kita mengarahkan dan memusatkan perhatian kita secara spesifik terhadap beberapa ayat Alkitab yang akan menolong kita secara jelas dan menghubungkannya dengan kebenaran definisi-definisi di atas.

ALKITAB DAN HATI NURANI

Kata Yunani Perjanjian Baru untuk hati nurani adalah suneidesis yang dikatakan oleh smith digunakan sebanyak 32 kali di dalam kitab Yohanes, Kisah Para Rasul, Roma, 1 dan 2 Korintus, 1 dan 2 Timotius, Titus, Ibrani, dan 1 Petrus (Greek – English Concordance, p.332), dan diterjemahkan sebagai “hati nurani” yang secara harfiah berarti “pengetahuan bersama.” Hati nurani atau pikiran dianggap sebagai pemberi tuduhan terhadap pikiran-pikiran, kata-kata atau tindakan-tindakan manusia sendiri sesuai dengan beberapa hukum.
Hati nurani adalah saksi roh (pikiran) seseorang apakah dia hidup (pikiran, kata-kata dan tindakan) harmonis dengan pengetahuannya. Perbedaan di dalam pengetahuan adalah apa yang mempertanggungjawabkan perbedaan itu dalam hati nurani! Contoh, kita telah membaca para penyembah berhala yang melakukan tindakan-tindakan yang menyedihkan, bahkan membunuh dalam penyembahan berhala (dengan hati nurani yang murni). Bahkan Paulus juga melakukan hal serupa dengan hati nurani yang murni sebagaimana dikatakan oleh Lukas (Kisah Para Rasul 23:1; 26:9-10).
Jadi sudah tentu di dalam diri manusia ada yang membedakan antara apa yang baik atau jahat secara moral, mendorong untuk melakukan yang sebelumnya dan mengelakkan untuk melakukan yang berikutnya, memerintahkan yang satu, mengecam yang lain. Saya percaya bahwa kita dapat menemukan arti-arti ini di dalam kitab suci.
1.        13 Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.  14 Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. 15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Roma 2:13-15).
Menarik untuk memperhatikan apa yang dikatakan oleh A.T. Robertson bahwa hati nurani adalah sebuah “saksi pendamping” (Word Pictures in the New Testament, Vol.IV, p.380).
2.        Memutuskan antara apa yang baik dan yang jahat, menyetujui yang baik dan menolak yang jahat. Yesaya membicarakan hal yang berhubungan dengan ini ketika berkata, “Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit” (Yesaya 5:20).
Juga kepada orang Ibrani dikatakan hal ini, “12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. 13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. 14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:12-14).
Inti dari memutuskan antara apa yang baik dan jahat, menyetujui yang baik dan menolak yang jahat terlihat ketika di dalam kitab Roma (telah dikutip di atas), dimana itu menghubungkan pikiran mereka satu sama lain saling menuduh  atau yang lainnya menuduh mereka. Oleh karena itu, kita dapat menyatakan bahwa hati nurani yang membedakan antara, atau menyetujui baik dan jahat.

TUJUH DISKRIPSI HATI NURANI

Sebagaimana telah saya telusuri dalam Perjanjian Baru, saya menemukan bahwa ada tujuh deskripsi, gambaran dan petunjuk, gambar dan lukisan hati nurani. Semuanya  dapat dibagi dua bagian: (a) tiga gambaran hati nurani orang yang benar, dan (b) empat gambaran hati nurani orang yang jahat. Sekarang kita akan membuat daftar urutan ketujuh istilah yang menjadi perhatian utama kita ini.

1.        Hati nurani orang benar digambarkan sebagai:
a.         Hati nurani yang murni atau baik
(1)     “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas” (1 Timotius 1:5).
(2)     18 Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. 19Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka, 20di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat” (1 Timotius 1:18-20).
(3)     “Berdoalah terus untuk kami; sebab kami yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik, karena di dalam segala hal kami menginginkan suatu hidup yang baik” (Ibrani 13:18).
(4)     13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? 14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. 15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, 16 dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu. 17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat. 18Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, 19 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, 20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. 21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus” (1 Petrus 3:13-21).
(5)     “Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah” (Kisah Para Rasul 23:1).

b.         Hati nurani yang suci
(1)     8 Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, 9melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci” (1 Timotius 3:8,9).
(2)     “5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. 6 Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. 7Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Timotius 1:5-7 – tersirat di dalam konteks).

c.         Hati nurani yang tanpa niat pelanggaran
(1)     “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia” (Kisah 24:16).

2.        Hati nurani orang jahat digambarkah sebagai:
a.         Hati nurani yang jahat
(1)     “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:22).
(2)     “Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit” (Yesaya 5:20.
“Membenarkan orang fasik dan mempersalahkan orang benar, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN” (Amsal 17:15).
“Tidak baik berpihak kepada orang fasik dengan menolak orang benar dalam pengadilan” (Amsal 18:5).
“Siapa berkata kepada orang fasik: "Engkau tidak bersalah", akan dikutuki bangsa-bangsa, dilaknatkan suku-suku bangsa” (Amsal 24:24).
“Hai kamu yang mengubah keadilan menjadi ipuh dan yang mengempaskan kebenaran ke tanah!” (Amos 5:7).

b.         Hati nurani yang najis atau cemar
(1)     15 Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatu pun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis. 16 Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik” (Titus 1:15,16).
(2)     Disini hati nurani pada dasarnya baik, tetapi orangnya ingin melakukan kejahatan sehingga dia merubah hukum yang menjadi standar dalam hati nuraninya untuk menyesuaikannya dengan situasi, dan itu telah menipu dirinya sendiri.

c.         Hati nurani yang lemah
(1)     “4 Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: "tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa." 5 Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "allah", baik di sorga, maupun di bumi -- dan memang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian -- 6 namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup. 7 Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya. 8 "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan." 9 Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. 10 Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai "pengetahuan", sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala? 11 Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena "pengetahuan"mu. 12 Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus. 13 Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1 Korintus 8:4-13).
(2)     Barangkali disini hati nurani itu mudah goncang sehingga menyetujui kejahatan atau menolak kebaikan karena alasan yang tidak benar. Suara hatinya tidak sepenuhnya diterangi kebenaran.

d.         Hati nurani yang memakai cap
(1)     “1 Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan 2 oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka” (1 Timotius 4:1,2).
(2)     Barangkali disini hati nurani itu sudah dilatih untuk tidak peka lagi terhadap yang benar dan yang jahat. Hati nurani itu telah memaafkan (membiarkan) dosa begitu lama sehingga tidak ada lagi perasaan bersalah. Hati nurani yang demikian juga mungkin bisa digambarkan dengan kata “keras hati.” Perhatikan hal ini sebagaimana digunakan di dalam Efesus 4:17-24 dan Ibrani 3:7-19.

Kita baru saja menuliskan daftar tujuh jenis hati nurani yang dinyatakan di dalam Perjanjian Baru kepada kita: (1) hati nurani yang murni atau baik, suci, dan tanpa niat pelanggaran; (2) hati nurani yang jahat, najis atau cemar, lemah, dan memakai cap. Saya hanya mau menyatakan bahwa kategori pertama tentang hati nurani tersebut, yang memiliki kualitas di dalamnya, yang dibutuhkan bagi keselamatan; sementara yang terakhir adalah prasyarat untuk kebinasaan. Oleh karena itu, hati nurani adalah sebuah pelajaran yang sangat penting bagi setiap individu.

PENDAPAT-PENDAPAT PALSU TENTANG HATI NURANI

Ketika saya memulai bahasan singkat tentang hati nurani ini, saya menyatakan bahwa sepengetahuan saya ada banyak kesalahpahaman tentang hati nurani yang dibicarakan dalam Perjanjian Baru, seperti halnya kesalahpahaman tentang Sepupuh Hukum Taurat dalam Perjanjian Lama. Kemudian saya akan menyebutkan disini dua pemikiran saat ini tentang hati nurani. Itulah yang akan kita uji dan selidiki.
1.        Hati nurani adalah tuntunan yang aman bagi kehidupan Kristen. Keyakinan saya pada pendapat ini ada dua:
a.         Pendapat ini bisa benar hanya jika didasarkan pada pengetahuan yang benar. Contoh Paulus sepenuhnya membuktikan hal ini. Saya telah mengutip Kisah Para Rasul 23:1 dimana Paulus mengatakan tentang “hati nuraninya yang murni,” dan kemudian Kisah Para Rasul 24:16 yang menyatakan tentang “senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni (tanpa niat pelanggaran) di hadapan Allah dan manusia.”
Sekarang perhatikan 1 Timotius 1:12-13, dimana Paulus berkata, “12 Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku – 13 aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.” Sekarang kita perhatikan juga bahkan “9 …aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. 10 Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati.” (Kisah 26:9,10). Tindakan Paulus, meskipun benar menurut “sangkanya”, namun itu tidak benar, dan sesungguhnya salah. Dia kemudian mengakui hal ini dan menyebut dirinya sebagai seorang penghujat, penganiaya dan seorang yang berbahaya! Ya, bahkan menyatakan bahwa dirinya telah melakukan hal-hal “tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.”
Oleh karena itu, hati nurani adalah sebuah penuntun yang aman bagi kehidupan Kristen hanya jika DIDASARKAN PADA PENGETAHUAN YANG BENAR AKAN FIRMAN ALLAH.
b.         Alkitab, bukan hati nurani, adalah satu-satunya penuntun yang aman. Alkitablah yang akan menghakimi kita pada hari terakhir nanti. “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yohanes 12:48).
Firman, Alkitab itulah yang akan memperlengkapi seseorang, yaitu 16 …bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16,17).
Oh, sungguh orang harus mempelajari Alkitab, belajar bahwa hati nurani harus dididik (hati nurani akan menjadi penuntun yang aman hanya jika dituntun dengan benar) berdasarkan firman, otoritas Allah, yang berkuasa dan kekal.
2.        Hati nurani tidak sepenuhnya layak diandalkan dalam kehidupan Kristen. Firman Allah mengatakan bahwa kita jangan melanggar hati nurani. Dan saya tahu bahwa tidak tempat lain selain di dalam kitab 1 Yohanes untuk membuktikan hal ini, “19 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik, 20 sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. 21 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, 22 dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya” (1 Yohanes 3:19-22). Tidak diragukan lagi bahwa “hati” di dalam 1 Yohanes ini ditujukan pada hati nurani (ayat 20, 21). Ya, memang kita percaya bahwa hati mungkin dapat didustai (Yeremia 19:9-10), tetapi inti yang ditekankan disini “jikalau hati kita tidak menuduh kita”, maka hal itu berhubungan langsung dengan jaminan di dalam kehidupan kita bagi Sang Tuan. Ini bukan berarti bahwa hati nurani sepenuhnya tidak layak. Hati nurani memberikan kepada kita “keberanian” ketika menghadap hadirat Allah. Seseorang dapat “mengetahui” bahwa dirinya “berada dalam kebenaran.” Inilah yang “meyakinkan” hati kita di hadapan Allah! (bdg. Yohanes 8:31-32; 17:17). Pengetahuan mutlak membuat perbedaan!

Saya ingin menambahkan sebuah nasehat “praktis” disini, oleh karena nampaknya sudah sejak lama banyak orang yang berdalih dari apa yang dikatakan Alkitab untuk kita lakukan, dan kita tidak melakukannya, bahkan tidak memikirkannya. Banyak hal yang ada di dalam pikiran, tetapi mari kita pikirkan tentang hal-hal berikut, lalu kita tanyakan kepada diri sendiri: “Apakah saya hidup harmonis dengan hati nurani saya tentang?”:
1.        Penginjilan pribadi (Yakobus 5:19-20; Kisah Para Rasul 5:42; 19:10; 20:20; markus 16:15-16; Roma 1:8; Yohanes 15:1-8; dll).
2.        Berhimpun bersama orang-orang kudus (Ibrani 10:25; Lukas 4:16; Kisah Para Rasul 17:1-2; Mazmur 42:2; 63:2; 122:2; 1 Samuel 20:18; dll).
3.        Belajar Alkitab (2 Timotius 2:15; 1 Timotius 4:13; Ibrani 5:12dst).
4.        Berdoa (Kisah Para Rasul 2:42; Kolose 4:2-4; 1 Tesalonika 5:17).
5.        Menguasai amarah saya (1 Korintus 9:24-27; Amsal 15:1-4; Yakobus 3:1-12; dll).
6.        Perkataan saya (Efesus 4:29; olose 4:5,6; dll).
7.        Memberi (2 Korintus 8:1-5; 9:6,7; 1 Korintuns 16:1-2).
8.        Teladan (pengaruh) (1 Timotius 4:12; Matius 5:14-16; 2 Korintus 3:1-3; Matius 13:33).
9.        Keluarga (Efesus 5:22dst; 6:1-4; Kolose 3:20-21; dll).
10.    Anggota tubuh (1 Korintus 12:3-27; Roma 3:5dst).

Bagaimanapun juga daftar di atas masih dapat ditambah lagi, sementara kita merenungkan hati nurani, yang kemudian kita lanjutkan dengan tindakan praktis dalam kehidupan. Kita perlu berpikir bahwa meskipun kita barangkali setuju dengan apa yang tertulis, bahwa “hati nurani kita bisa salah, tetapi Allah tidak akan pernah salah. Hati kita mungkin saja tertipu, tetapi Allah tidak dapat ditipu” (Pulpit Commentary, vol. XXII, p.75). Seperti yang dikatakan oleh A. T. Robertson, “hati nurani bisa menjadi penuntun yang salah dan bertindak sesuai dengan terang yang dimiliki hati nurani itu” (vol. III, pp.39-78).
Kita harus mengerti bahwa terang dapat redup, demikian juga halnya dengan hati nurani bisa memakai cap atau tidak merasakan apa-apa lagi. Oleh karena itu, setiap anak Allah perlu “menguasai” hati nuraninya dalam kehidupannya sebagai orang Kristen, apakah itu sudah “sesuai dengan pengetahuan firman Allah.”

Ketaatan kepada Injil dan hati nurani

Bukan “Injil” yang akan saya diskusikan disini, tetapi “pengilhaman” dan “wahyu,” tetapi hukumnya adalah bahwa pengetahuan Allah telah diilhamkan oleh Roh (bdg. Yohanes 16:13; 2 Petrus 1:19-21; 1 Korintus 2:11-13; 2 Timotius 3:16-17; dll).
Oleh karena itu, kita harus memahami bahwa Roh adalah “Saksi.” “Roh yang bersaksi, karena Roh adalah kebenaran…Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat. Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya” (1 Yohanes 5:7-9).
“…Kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh” (1 Koritnus 2:13).
“26 Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. 27 Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku” (Yohanes 15:26-27).
Jadi ketika kita membaca ayat-ayat firman Allah, maka kita memiliki pengetahuan yang menghubungkan kita dengan keselamatan yang ada di dalam Kristus (Kisah Para Rasul 4:12). “3 yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu, seperti yang telah kutulis di atas dengan singkat. 4 Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan rahasia Kristus, 5 yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus” (Efesus 3:3-5).
Iman yang kita butuhkan datang melalui firman yang telah dinyatakan ini (Roma 10:13-17; 2 Korintus 5:7; Ibrani 11:6).
Sebagaimana telah kita perhatikan dari 2 Timotius 3:16-17, Alkitab itu diilhami dan memperlengkapi manusia kepunyaan Allah sepenuhnya, menjadikan mereka sempurna, setelah dinyatakan kesalahannya, diperbaiki kelakukannya, dituntun kepada jalan kebenaran, dan diajar, yang sangat dibutuhkannya bagi keselamatannya. Oleh karena itu, apa yang dikatakan Alkitab adalah “hukum” yang harus menjadi pedoman hidup kita (perhatikan di dalam Filipi 1:27 bahwa hidup kita harus “berpadan dengan Injil”) (Filipi 3:15-16; Galatia 6:16).
Kemudian pikiran yang menentukan penilaian apakah kita telah menaati hukum ini atau belum. Jadi pengetahuan adalah penuntun dan hati nurani adalah saksi, sehingga sudah “keharusan” untuk mendengar (menerangi pikiran, Roma 10:13-17; 1:16-17), dan untuk diajar (Yohanes 6:44-45). “14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah… 16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:14-16).
Jadi kita terhubung dengan firman Allah melalui hati nurani kita dengan beragam cara. Memang hati nurani terhubungan dengan:

1.        Iman.
1Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya: 2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. 3 Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. 4 Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng” (2 Timotius 4:1-4).

“10 dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. 11 Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, 12 supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan” (2 Tesalonika 2:10-12).

2.        Pertobatan.
“Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:22).

3.        Pengakuan.
“42 Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. 43 Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah” (Yohanes 12:42-43).

4.        Baptisan.
“Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus” (1 Petrus 3:21).

Kesimpulan

Saya yakin, pantas dan tepat di akhir buklet ini untuk bertanya, “Kapankah seseorang menjadi anak Allah? Kapankah pikiran seseorang membuat penilaian berdasarkan firman bahwa dirinya adalah anak Allah?” Bukankah ini yang kitab baca sebelumnya: “14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah… 16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah (Roma 8:14-16)?”
Tidak ada cara bagi seseorang untuk memiliki hati nurani yang baik, suci, murni, dan tanpa niat pelanggaran, kecuali dia menaati berita mulia, kuasa Allah untuk menyelamatkan jiwa manusia (Roma 1:17; 1 Korintus 1:18). Kebenaran Allah akan membuat kita menjadi orang benar ketika kita menaatinya. Paulus menyatakan, “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman” (Roma 1:17). Penulis kitab Ibrani berkata, “8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, 9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibrani 5:8,9).
Bagaimana dengan hati nurani “saya”, apakah baik, murni, suci, dan tanpa niat pelanggaran? Atau barangkali jahat, najis, cemar, lemah, dan memakai cap? Jika demikian, saya memohon dengan sangat agar Anda “menyucikan hati nurani Anda” dan kemudian melayani “Allah yang hidup” (bdg. Ibrani 9:14). [Penulis: Goebel Music, Alih bahasa: Harun Tamale]

Blog Artikel

Artikel Terkait

Back to Top

Cari Artikel