Menu Melayang

sabdainjil@gmail.com

Jumat, 28 April 2023

Apa Itu Dosa Kekal?


Yesus pernah berbicara tentang dosa "kekal", yang tidak dapat diampuni. Apakah dosa itu? Mungkinkah dosa itu dilakukan saat ini?

"Apakah 'dosa kekal' yang disebutkan dalam Markus 3:29? Mungkinkah dosa itu dilakukan saat ini?"

Inilah teks yang menjadi fokus dari pertanyaan ini.

Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.

Yesus Kristus adalah pengarang peringatan di atas, dan Dia berbicara kepada orang-orang Farisi tertentu. Untuk melihat latar belakang yang lebih lengkap dari episode ini, kita harus membandingkan catatan Markus dengan catatan Matius 12:22 dst. (lihat juga Lukas 11:14-23).

Latar Belakang

Pada suatu kesempatan ketika berada di Galilea, Tuhan Yesus bertemu dengan seorang yang kerasukan setan, yang mengakibatkan orang tersebut tidak dapat melihat dan berbicara. Kristus, dengan kuasa Roh Kudus (bdk. Mat. 12:28), mengusir roh jahat itu. Orang-orang yang ada di dekat situ, ketika melihat mukjizat itu, sangat takjub dan bertanya-tanya, "Mungkinkah Ia ini Anak Daud?" Ungkapan "Anak Daud" adalah padanan kata untuk "Mesias" (lih. Mat. 22:42).

Ketika orang-orang Farisi melihat reaksi orang banyak yang sangat bersemangat ini, mereka menjadi iri hati (membenci pengaruh pengajaran Yesus). Dengan demikian mereka menuduh: "Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan" (Mat. 12:24).

Penting untuk diperhatikan bahwa mereka tidak menyangkal bahwa peristiwa supranatural telah terjadi. Mereka hanya memperdebatkan sumber kuasa yang digunakan untuk melakukan tanda itu, yaitu memindahkannya dari Roh Allah kepada Iblis.

Penerapannya

Ada beberapa fakta yang sangat penting untuk memahami sifat dramatis dari peringatan Kristus tentang "dosa kekal" dalam konteks ini.

Dosa yang dikutuk bukanlah seruan impulsif yang merendahkan Roh Kudus, yaitu kata-kata hujatan yang diucapkan dengan gegabah, yang begitu keluar dari bibir, akan menghukum seseorang untuk selama-lamanya - tidak peduli bagaimana pun watak orang itu di masa akan datang.

Kita harus mengingat fakta ini. Paulus sendiri adalah seorang penghujat. Dalam surat pertamanya kepada Timotius, ia mengakui bahwa sebelum pertobatannya, dia adalah "seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas." Meskipun demikian, dia menerima pengampunan setelah pertobatannya atas kelakuan buruknya, karena semuanya itu telah dilakukannya tanpa pengetahuan yaitu di luar iman (1 Timotius 1:12-14). Adakah keraguan bahwa penganiaya ini pernah berbicara menentang mukjizat-mukjizat Tuhan, dan Roh yang oleh-Nya mukjizat-mukjizat itu dilakukan? Namun, kemudian, hatinya diubahkan. Kesetiaannya dalam ketaatan selanjutnya menjadi sejarah.

Tetapi kasus orang-orang Farisi yang terlibat dalam konflik dengan Yesus jauh berbeda. Perhatikan kekhususan deskripsi Markus tentang tindakan para pengkritik ini. Penulis yang diilhami ini menggambarkan perilaku mereka dengan cara ini: "karena mereka katakan (elegon imperfect tense), bahwa Ia kerasukan roh jahat" (Mrk. 3:30). Bentuk kata kerja ini sangat penting. Kata kerja ini menunjukkan aktivitas yang berkelanjutan. Ini bukanlah ledakan emosi yang bersifat sementara. Itu adalah perlawanan yang membara dan penuh tekad. Profesor William Lane berkomentar sebagai berikut:

Penggunaan bentuk kata kerja imperfect tense dalam catatan penjelasan, 'karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat,' menyiratkan pengulangan dan sikap pikiran yang tetap, tanda ketidakberdayaan yang membawa para ahli Taurat ke ambang penghujatan yang tidak dapat diampuni (hal. 146).

Demikian pula, Edmond Hiebert berkomentar: "Kata, yang merujuk pada tuduhan dalam ayat 23, adalah bentuk imperfect tense, yang menandai kegigihan mereka dalam tuduhan jahat" (hal. 102).

Ketika kita menggabungkan fakta tata bahasa ini dengan komentar selanjutnya yang dibuat oleh Kristus, intinya menjadi semakin jelas. Catatan Matius melengkapi catatan Markus dengan kata-kata yang menyengat dari Yesus.

Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati (Mat. 12:34).

Beberapa poin tata bahasa perlu diperhatikan.

Frasa "sendiri (ontes) jahat" mencerminkan suatu bentuk present tense participle, dan kata kerja "mengucapkan" (lalei) juga merupakan bentuk present tense. Tuduhan yang tegas dan jahat terhadap Anak Allah merupakan indeks dari sifat jahat yang konkret dan nyata yang ada di dalam hati mereka.

Orang-orang ini tidak hanya melakukan kesalahan yang disengaja. Mereka adalah musuh-musuh bebuyutan dan ulung kebenaran. Mereka akan tetap bertahan dalam watak berdosa mereka sampai akhir, dan pemberontakan itu akan mengikuti mereka sampai kepada kekekalan, itulah sebabnya, hal itu merupakan "dosa kekal".

Orang harus diingatkan oleh komentar yang dibuat oleh rasul Yohanes tentang mereka yang memiliki watak yang sama, "Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya" (Yoh. 12:37). Kemudian, setelah mengutip nubuat Yesaya (Yesaya 53:1) tentang ketidakpercayaan Israel terhadap Mesias, sang rasul melanjutkan, "Karena itu mereka tidak dapat percaya" (Yoh. 12:39 - penekanan ditambahkan). Yesaya kemudian dirujuk lagi (Yoh. 6:10), yang menyatakan bahwa dosa yang mendasari ketidakpercayaan mereka adalah kekerasan hati (lihat Yoh. 12:37-41).

Oleh karena itu, "dosa kekal" adalah pola pikir jahat yang mengikuti para pemberontak yang mengeraskan hati ini ke dalam kekekalan, di mana "hukuman kekal" (Ibr. 6:2) akan dijatuhkan. Selain itu, "siksaan kekal" (Mat. 25:46) dalam penyesalan yang tak berkesudahan akan terus-menerus menghantui mereka, karena tidak ada rencana keselamatan setelah kematian (Ibr. 9:27).

Mungkinkah Menghujat Roh Kudus Saat Ini?

Adalah suatu hal yang memprihatinkan bahwa beberapa penulis modern yang tulus menyatakan bahwa dosa kekal yang dirujuk oleh Markus tidak mungkin lagi dilakukan pada saat ini. Ini adalah penafsiran yang keliru. Pikirkanlah hal berikut ini.

Tentu saja tidak ada seorang pun di zaman sekarang yang dapat melakukan "dosa kekal" dengan cara yang persis sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Kristus tidak hadir secara nyata di bumi, manusia tidak melihat Dia melakukan mukjizat, maka dengan demikian orang tidak dapat menghina Roh dengan cara yang  persis sama.

Di sisi lain, fakta-fakta berikut ini harus dijadikan bukti.

Meskipun kita tidak melihat Yesus hadir secara nyata saat ini, melakukan mukjizat untuk menguatkan keaslian pesan-Nya, ada situasi analogi modern. Dokumentasi dari tanda-tanda ajaib tersebut, seperti yang dicatat dalam Injil, menjadi bukti yang tak terbantahkan tentang identitas Sang Juruselamat. Inilah kesaksian Yohanes.

Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh. 20:30-31).

Yang paling penting adalah ungkapan "telah dicatat." Dalam Perjanjian  Baru bahasa Yunani, kata kerjanya adalah bentuk perfect tense, dengan arti, "apa yang telah ditulis, tetap tertulis." Bentuk perfect, yang digabungkan dengan bentuk present tense, "percaya [tetap percaya]," menggarisbawahi sifat kesaksian Injil Yohanes yang tetap ada (lihat Robertson, Jilid V, hal. 317).

Profesor Wallace mengatakan bahwa kekuatannya adalah "otoritas yang ada dan mengikat" (hal. 576). Dengan kata lain, bukti-bukti mukjizat Kristus sama kuatnya pada saat ini seperti pada abad pertama, karena integritas kitab suci. (Hal ini telah kami bahas dalam banyak artikel di situs kami).

Oleh karena itu, adalah sebuah fakta bahwa keabsahan karya-karya supranatural Yesus (yang dirancang untuk mendukung rencana penebusan-Nya bagi umat manusia) sama kuatnya saat ini seperti pada abad pertama.

Mengapa penolakan keras terhadap bukti Perjanjian Baru tentang kuasa supranatural Kristus pada saat ini tidak sama kerasnya seperti penolakan yang dilakukan oleh orang-orang Farisi pada masa pelayanan pribadi-Nya?

Jika seseorang terus-menerus menolak bukti Perjanjian Baru yang mendukung kredibilitas Sang Juruselamat, bukankah pada prinsipnya dia telah menunjukkan sikap dan tindakan yang sama seperti orang-orang Farisi? Bukankah dia telah melakukan "dosa kekal"? Adakah metode penebusan lain yang tersedia baginya? Tragis (baginya), mutlak tidak ada lagi!

Sekali lagi, kami mengambil kutipan dari A. T. Robertson.

[Dosa yang tidak dapat diampuni dapat dilakukan pada saat ini oleh orang-orang yang menyebut pekerjaan Kristus sebagai pekerjaan iblis. Nietzsche dapat dikutip sebagai contohnya. Mereka yang berharap untuk mendapatkan kesempatan kedua di akhirat dapat merenungkan dengan saksama bagaimana mungkin jiwa yang berdosa secara kekal di dalam lingkungan yang demikian dapat bertobat (Jilid I, hlm. 282).

C. E. B. Cranfield memberikan komentarnya yang tajam mengenai hal ini: "Mereka yang paling utama harus memperhatikan peringatan ayat ini pada masa kini adalah para pengajar teologi dan para pemimpin resmi gereja" (hal. 143).

Saya mau menambahkan, tentu saja begitu juga halnya dengan para "sarjana" modernis yang berusaha melucuti kisah-kisah Injil dari elemen-elemen supranaturalnya.

Kesimpulan

Ada dua komentar terakhir yang dapat kami sampaikan terkait masalah ini.

Pertama, teror absolut yang ditimbulkan oleh peringatan ini di dalam hati orang-orang bukanlah jenis pendekatan yang akan digunakan seseorang dalam mengarang sebuah agama yang akan populer di kalangan masyarakat. Hal ini tidak "benar" secara politis/teologis. Hal ini secara tidak langsung memberikan pengertian autentik pada keseluruhan kisah-kisah Injil.

Kedua, narasi "dosa kekal" mengandung peringatan yang serius bahwa kita harus menjaga hati kita, agar selalu jujur dan terbuka untuk menerima kebenaran (lih. Ef. 4:19; 2 Tim. 4:1 dst.). Ketika seseorang menolak pengajaran Roh Kudus, seperti yang disampaikan melalui Kitab Suci (lih. Kis. 7:51), hal itu dapat mengarah pada tingkat pemberontakan yang lebih tinggi (lih. Ibr. 10:29b), yang pada akhirnya akan menghasilkan kengerian yang tak terbayangkan.

Kemurtadan jarang terjadi secara tiba-tiba. Sebaliknya, kemurtadan merayap dari detik ke detik, dan detik-detik itu akhirnya menjadi menit, jam, hari, bulan, dan tahun. Ketika tahun-tahun itu melewati batas menuju kekekalan, sudah terlambat untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Referensi
Cranfield, C. E. B. 1966. The Gospel According to Saint Mark. Cambridge: University Press.
Hiebert, D. Edmond 1994. The Gospel of Mark. Greenville, SC: Bob Jones University.
Lane, William 1974. The Gospel of Mark. Grand Rapids: Eerdmans.
Robertson, A. T. 1930-33. Word Pictures in the New Testament. Nashville: Broadman, Five Volumes.
Wallace, Daniel B. 1996. Greek Grammar Beyond the Basics. Grand Rapids: Zondervan.

Sumber: Jackson, Wayne., https://christiancourier.com/articles/what-is-the-eternal-sin (Alih bahasa: Harun Tamale)

Blog Artikel

Artikel Terkait

Back to Top

Cari Artikel